Senin, 29 Oktober 2018

Analisis Perkembangan dan Regulasi Keuangan Syariah di Indonesia.


Analisis Perkembangan dan Regulasi Keuangan Syariah di Indonesia.
Shabrina Manarul Firdaus
NIM 4121073
AS 2012 B


Keberadaan lembaga keuangan syariah merupakan sistem yang telah lama diharapkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama umat Islam Indonesia. Umat Islam Indonesia merindukan layanan jasa keuangan dan perbankan yang sesuai dengan syariat Islam, khususnya berkaitan dengan pelanggaran praktik riba, jauh dari kegiatan yang spekulatif yang serupa dengan perjudian, ketidakjelasan, pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada kegiatan usaha yang etis dan benar secara syariah.
Membahas tentang keuangan syariah di Indonesia, identik dengan perbankan syariah yang telah lama berkembang hingga saat ini. Peran perbankan syariah sangat signifikan terhadap keuangan syariah di Indonesia maupun secara Global.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. (BI, 2007)[1]
Pada dasarnya, entitas bank syariah di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan keluarnya Paket Desember 1983 (Pakdes 83) yang berisi sejumlah regulasi di bidang perbankan, dimana salah satunya ada peraturan yang memperbolehkan bank memberikan kredit dengan bunga 0% (zero interest). Perkembagan dimaksud diikuti oleh serangkaian kebijakan di bidang perbankan oleh Menteri Keuangan Radius Prawiro yang tertuang dalam Paket Oktober 1988 (Pakto 88). Pakto 88 intinya merupakan deregulasi perbankan yang memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru, sehingga industri perbankan pada waktu itu mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. (Anshori, Desember 2008) [2]
Baru pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank umum satu-satunya yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Namun, eksistensi bank syariah di Indonesia secara formal telah dimulai sejak tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun, harus diakui bahwa UU tersebut belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih belum secara tegas mencantumkan kata-kata “prinsip syariah” dalam kegiatan usahanya hanya menggunakan istilah bank bagi hasil.[3] (Wibowo, 2007) Pengertian Bank Bagi Hasil yang dimaksudkan dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang relatif lebih luas dari bank bagi hasil. Dengan tidak adanya pasal-pasal dalam UU tersebut yang mengatur bank syariah, maka hingga tahun 1998 belum terdapat ketentuan operasional yang secara khusus mengatur kegiatan usaha bank syariah. (Arifin, 2010)
Diamandemennya UU No. 7 tahun 1992 yang kemudian melahirkan UU No. 10 tahun 1998 secara eksplisit menetapkan bahwa bank dapat beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Era Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kebijakan hukum perbankan di Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dual banking system). Kebijakan ini intinya memberikan kesempatan bagi bank-bank umum konvensional untuk memberikan layanan syariah melalui mekanisme islamic window dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS).[4] (Waluyo, Juli 2007) Akibatnya pasca undang-undang ini memunculkan banyak bank konvensional yang ikut andil dalam memberikan layanan syariah kepada nasabahnya.
Kemudian, pada tahun 1999 disahkan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU ini menetapkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Keberadaan kedua UU tersebut telah mengamanahkan Bank
Indonesia untuk menyiapkan perangkat ketentuan dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung operasional bank syariah sehingga memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.[5]  (Siregar, Maret 2002) Kedua UU tersebut selanjutnya menjadi dasar hukum bagi keberadaan dual banking sistem di Indonesia, yaitu adanya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam memberikan pelayanan jasa perbankan bagi masyarakat.
Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia tidak semata hanya merupakan konsekuensi dari UU No. 10/1998 dan UU No. 23/1999 tetapi juga merupakan bagian dari upaya penyehatan sistem perbankan yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan 1997 membuktikan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syariah dapat bertahan di tengah gejolak nilai tukar dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kenyataan tersebut ditopang oleh karakteristik operasi bank syariah yang melarang bunga (riba), transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar) dan spekulatif (maysir).[6] (Siregar, Agenda Pengembangan Perbankan Syariah) Dengan kenyataan tersebut, pengembangan perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional yang pada gilirannya juga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di masa mendatang. Ketahanan ekonomi nasional yang sedemikian rupa dapat menciptakan perekonomian yang tangguh, yaitu perekonomian yang pertumbuhan sektor keuangannya sejalan dengan pertumbuhan sektor riil.
Dalam upaya pengembangan perbankan syariah tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan nasional mulai bergerak maju dengan memperkenalkan instrumen moneter syariah pertama yaitu Sertifikat Wadiah BI (SWBI) di tahun 1999 dan Pasar Uang Antar-bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS)pada tahun 2000.[7] (Ascarya, Januari 2012) Di tahun 2002, BI memperbaiki aturan tentang unit usaha syariah melalui PBI Nomor 4/1/PBI Tahun 2002 yang mengatur tentang:[8] (Yusuf Wibisono, Mei–Agustus 2009)
1. konversi bank konvensional menjadi bank syariah;
2. konversi cabang konvensional menjadi cabang syariah;
3. konversi kantor kas konvensional menjadi cabang syariah;
4. pembukaan sub-cabang syariah di cabang konvensional; dan
5. pembukaan unit syariah di cabang konvensional. Peran BI ini semakin diperkuat dalam UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 1999.

Kemudian, pada tahun 2006 pemberian layanan syariah semakin dipermudah oleh Bank Indonesia dengan diperkenalkannya office channeling[9] (BI S. P.) dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/3/PBI/2006. Office chaneling intinya adalah bahwa untuk memberikan layanan syariah Bank Umum Konvensional yang sudah memiliki UUS di kantor pusatnya, tidak perlu lagi membuka Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu baru melainkan cukup membuka counter syariah dalam Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu konvensional.[10] (Abdul Ghofur Anshori, Desember 2008) Hal ini tentu saja akan menghemat keuangan bank, karena tidak lagi memerlukan infrastruktur baru seperti gedung, alat-alat kantor, karyawan, dan teknologi informasi.
16 Aam Slamet Rusydiana, “Mencandera Industri Perbankan Syariah Indonesia: Tinjauan Kritis Pasca UU 21 Tahun 2008”, Jurnal Ekonomi Islam La Riba, Vol. II, No. 2, Desember 2008.
Selanjutnya, industri perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat semakin memiliki landasan hukum yang memadai yakni dengan diterbitkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.[11] (Hasan, Juli 2011) Dukungan regulasi ini tentunya akan mendorong pertumbuhan industti perbankan syariah secara lebih cepat lagi dan diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
UU Perbankan Syariah (UU PS) yang memuat 70 pasal memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberi keyakinan bagi masyarakat untuk menggunakan produk dan jasa perbankan syariah. Hal ini terlihat dari ketentuan-ketentuan tentang jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, larangan bagi bank syariah dan UUS, kerahasiaan bank, serta penyelesaian sengketa. Kedua, menjamin kepatuhan syariah (syariah compliance). Hal ini terlihat dari ketentuan kegiatan usaha yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, penegasan kewenangan fatwa syariah oleh MUI, kewajiban pembentukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap bank syariah dan UUS, serta Komite Pengawas Syariah di Bank Indonesia (BI). Ketiga, menjamin “stabilitas sistem”. Hal ini terlihat dari diadopsinya 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision seperti ketentuan tentang pendirian dan kepemilikan, pemegang saham pengendali, tata kelola, prinsip kehati-hatian, kewajiban pengelolaan resiko serta pembinaan dan pengawasan.[12] (Wibisono, Mei–Agustus 2009)

Kondisi Perbankan Syariah Nasional Terkini
Dalam cetak biru pengembangan perbankan syariah, saat ini perbankan syariah nasional berada pada fase keempat (2013-2015) yaitu pencapaian pangsa yang signifikan dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dengan sektor keuangan syariah lainnya. Namun, dalam perkembangan nya perbankan syariah di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam statistik perbankan Indonesia per Desember 2014 terdapat tidak kurang 12 Bank Umum Syariah dan 22 Unit Usaha Syariah dari suatu bank konvensional dengan total keseluruhan jaringan kantor 2.151 unit. Selain itu, Total aset bank umum syariah mencapai 272.343 (dalam miliar rupiah). Jumlah ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total aset perbankan nasional secara umum yang mencapai 5.615.150 (dalam miliar rupiah).[13] (Indonesia, Desember 2014) Artinya pangsa pasar perbankan syariah masih sangat kecil hanya 4,85%, padahal target pangsa pasar perbankan syariah adalah sebesar 15% pada akhir tahun 2015. Hal ini tentunya mendorong bagi praktisi perbankan syariah agar sesegera mungkin mencari strategi pengembangan perbankan syariah secara lebih massif.

Daftar Pustaka

Abdul Ghofur Anshori. (Desember 2008). Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah.
Academia. (n.d.). Retrieved from Academia.edu: http://www.academia.edu/7243666/BAB_28_PENINGKATAN_PERLINDUNGAN_DAN_KESEJAHTERAAN_SOSIAL
Anshori, A. G. (Desember 2008). “Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dan Implikasinya bagi Praktik Perbankan Nasional”. Jurnal Ekonomi Islam La Riba , Vol. II, No. 2.
Arifin, V. R. (2010). Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi 107. Jakarta: Bumi Aksara.
Ascarya. (Januari 2012). Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Vol. XIV, Nomor 3 .
BI. (2007). Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
BI, S. P. (n.d.). Retrieved Desember 10, 2012. , from http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E0EBC3E-9716-4B35-BA97-B967368C9D13/27716/SPSOct2013.pdf
Depsos. (n.d.). Retrieved from http://renstra.depsos.go.id/
Hasan. (Juli 2011). Analisis Industri Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, Nomor 1 .
Indonesia, B. ( Desember 2014). Statistik Perbankan Indonesia , Vol: 13 No. 1.
Siregar, M. (n.d.). Agenda Pengembangan Perbankan Syariah. 46-66.
Siregar, M. (Maret 2002). Agenda Pengembangan Perbankan Syariah Untuk Mendukung Sistem Ekonomi yang Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek dan Arah Kebijakan. Iqtisad: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 1 , 46-66.
Undang-Undang. (1974). Pasal 6.
Waluyo, B. ( Juli 2007). Prinsip Ekonomi dalam Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis , Vol.6, No.2,.
Wibisono, Y. (Mei–Agustus 2009). Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Volume XVI, Nomor 2, ISSN 0854-3844 , hlm. 105-115.
Wibowo, M. G. (2007). Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah Terkini 2. Yogyakarta: Biruni Press.
Yusuf Wibisono. (Mei–Agustus 2009). Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. XVI, Nomor 2, .






[1] BI. (2007). Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
[2] Anshori, A. G. (Desember 2008). “Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dan Implikasinya bagi Praktik Perbankan Nasional”. Jurnal Ekonomi Islam La Riba , Vol. II, No. 2.
[3] Wibowo, M. G. (2007). Potret Perbankan Syariah Terkini: Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah Terkini 2. Yogyakarta: Biruni Press.
[4] Waluyo, B. ( Juli 2007). Prinsip Ekonomi dalam Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis , Vol.6, No.2,.
[5] Siregar, M. (Maret 2002). Agenda Pengembangan Perbankan Syariah Untuk Mendukung Sistem Ekonomi yang Sehat di Indonesia: Evaluasi, Prospek dan Arah Kebijakan. Iqtisad: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 1 , 46-66.
[6]  Siregar, M. (n.d.). Agenda Pengembangan Perbankan Syariah. 46-66.
[7] Ascarya. (Januari 2012). Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Vol. XIV, Nomor 3 .
[8] Wibisono, Y. (Mei–Agustus 2009). Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Volume XVI, Nomor 2, ISSN 0854-3844 , hlm. 105-115.
[9] BI, S. P. (n.d.). Retrieved Desember 10, 2012. , from http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E0EBC3E-9716-4B35-BA97-B967368C9D13/27716/SPSOct2013.pdf
[10] Abdul Ghofur Anshori. (Desember 2008). Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah.
[11] Hasan. (Juli 2011). Analisis Industri Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, Nomor 1 .
[12] Wibisono, Y. (Mei–Agustus 2009). Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Volume XVI, Nomor 2, ISSN 0854-3844 , hlm. 105-115

Mencium Aroma Islam Di Inggris


Mencium Aroma Islam Di Inggris
Oleh: Shabrina Manarul Firdaus

Umat islam saat ini telah banyak tumbuh dan berkembang di Negara-negara barat. Islam telah tumbuh dan menjadi pesaing yang kuat dalam decade terakhir ini. Setiap tahunnya ada ribuan warga Inggris yang jadi muallaf. Dalam hal ini, Annie simpson yang telah memegang Phd dalam studi agama komparatif dan filsafat mengatakan bahwa, “Pada saat kebebasan pribadi, seksualisasi berlebihan dan liberalism moral yang telah merusak moral inggris, banyak orang mencari kedamaian dalam Islam”. Kepada onIslam, Rabu (26/2)
Menurut data pemerintah, Muslim Inggris membentuk sekitar 2,7 persen dari populasi pada 2011.
Lisa Hamilton, seorang insinyur sipil dari Bournemouth, menjelaskan bagaimana saat dia berlibur di Tunisia, dia dan suaminya memilih untuk memeluk Islam sebagai agama mereka. Dia mengatakan “Islam meletakkan segala sesuatu, setiap aspek kehidupan saya berada di bawah cahaya baru.” (Republika Online, (8/11)
Begitu pula dengan artikel yang telah dipaparkan oleh Scott Morrison, PH. D bahwa dalam decade terakhir Bank Konvensional di Inggris akan menumbuhkan Bank Syariah yang mendorong untuk meningkat dan aktif dipromosikan. Pada saat yang sama Pemerintahan UK mengatur strategi bahwa terjadi krisis ekonomi pada tahun 2007. Dalam hal ini, secara struktur bank syariah di Inggris mirip dengan Bank Konvensional. Dengan demikian, Dewan Syariah dari Bank Syariah dan lembaga keuangan menimbulkan tantangan sendiri untuk Inggris dan tata Kelola perusahaan Bank Islam. Tantangan ini mengacu pada tindakan tata kelola perusahaan yang diterapkan di Malaysia dengan Bank Sentralnya dan Bank Negara Malaysianya.
Sehingga dalam pemegang saham yang terjadi di Inggris sebagai teori Paradigmatis, ini transaksi-transaksi perdagangan yang termasuk bunga atau barang yang dilarang (seperti pornografi atau babi, alcohol, atau minuman keras lainnya). Mekanisme kelembagaan ini diatur dengan ditegakan dengan transaksi yang terbatas yaitu oleh dewan syariah. Tugas Dewan Syariah adalah untuk: mengevaluasi, dan menyetujui atau menolak, kontrak dalam dokumen dan transaksi, dan untuk mengawasi semua operasi bank, memastikan bahwa Bank sesuai dengan prinsip-prinsip hokum Islam.
Sama halnya dengan dewan syariah dan hokum islam di Inggris, Dewan syariah adalah juru tunggal yang eksklusif dari hokum islam dalam suatu bank islam. Itu saja yang memiliki kekuatan untuk mengizinkan atau menghentikan transaksi atau pengenalan jenis produk baru keuangan atas dasar agama yang dibolehkan atau tidak dibolehkan. Dewan syariah pada dasarnya otonom dan dewan syariah dan tata kelola perusahaan bank islam di inggris tanpa adanya pengawasan pada Bank Syariah.
Pembentukan hokum Bank Syariah di Inggris yaitu sebagai Bank-Bank islam di Inggris adalah perusahaan public dibatasi oleh saham. Mereka memiliki struktur dewan dua tingkat yang terdiri di manajemen atas dan Dewan Syariah. Tindakan perusahaan tidak menentukan apakah satu atau dua dewan yang diperlukan untuk sebuah perusahaan Inggris.
Begitupun juga dengan Tata Kelola Perusahaan Bank di Inggris, sejak tata kelola perusahaan tahun 1990 dan beasiswa tentang kerja itu telah meningkat maka menjadi penting, dengan tujuan menemukan dan menerapkan cara yang lebih baik dengan perusahaan yang mengendalikan dan mengarahkan. Sejarah baru dapat sebagai subjek yang ditelusuri melalui suksesi komisi dan kode. Menyusul krisis ekonomi global (mulai 2007-2008), di Inggris dan seluruh Eropa dan Amerika Serikat, memiliki topicyang memperoleh urgensi di mata masyarakat, akademini huku, dan pemerintah (dan kebijakan non-pemerindah) pendirian
Mengenyampingkan isu-isu lain seputar pengenalan perbankan syariah di Inggris, dari artikel ini akan mempertimbangkan secara khusus tantangan yang melekat dalam obsevasi dan ajudikasi syariah di sector perbankan di Inggris.
Dengan demikian, hal itu menjadi kelembagaan dan peraturan dasar yang mungkin bisa menjadi harmonisasi dengan cara terpusat dalam satu referensi, review dan penegakan hokum. Hal ini terlihat dari prespektif komparatif secara global yang menjadi isu perhatian di UK dan sekitarnya tentang Tata Kelola Perusahaan dan Dewan Syariah yang sedang dihadapi untuk pertama kalinya. Pihak-pihak yang berwenang dalam bank islam dan Bankir Islam di inggris disarankan untuk belajar dari keberhasilan serta kegagalan dari Bank dan Produk Tambahan lembaga keuangan di luar negeri, sehingga mereka juga harus mempertimbangkan baik peluangnya dan keterbatasan yang akan timbul oleh lingkungan nasional dan di dalam dunia ekonomi.

Sumber: Shariah Boards and the Corporate Governance of IB in the UK; Penulis Scott Morrison, PH.D.



sepenggal cuitan ttg kelasku.. Akuntansi Syariah 2012 B


Pasti semua yang berlalu akan mempunyai sesuatu yang berharaga dan ada pula yang biasa aja. Semua memori yang kita lalui akan terpatri dalam setiap otak manusia yang hidup di muka bumi ini. Yap, itu juga yang terjadi pada mahasiswa-mahasiswi yang belajar di kampus perjuangan ini (Ceileehh mahasisswaa..XD ).

Emang sih awal dari pertemuan itu canggung Satu dan yang lainnya. Tapi, lama-kelamaan, karena Suatu keadaan yang mempertemukan satu dan yang lainnya menjadi kita begitu seperti keluarga dekat hingga entah mengapa ada salah satu dossen kami yang berkata bahwa, “kalian beda yang saya rasakan dengan kelas yang lain saya ajarkan, kalian seperti kakak-adik di kelas ini.

 Bukan persaingan atau pun permusuhan yang terjadi seperti kelas atau pun kampus-kampus lainnya. Saya merasa kan suasana yang nyaman dari kelas lainnya”.
Wahh kami tersanjung sejak kami di bilang seperti itu. Tapi, kenyataannya kami bukanlah manusia yang sempurna dan pasti banyak kesalahan dan khilaf yang biasa terjadi di muka bumi ini.

Sampai saat dimana kami menerapkan bahwa “sedekah adalah memberikan sebagian harta kita untuk sesame manusia yang lebih membutuhkan dan lebih bermanfaat. Selain itu, dapat mendekatkan diri kepada sang Maha Kuasa yang telah menciptakan segala ornamen-ornamen bumi dan langit hingga alam semesta yang di luar perkiraan dan pemahaman manusia yang terbatas.” Subhannnallah indahnya setiap detik kehidupan untuk kita tetap bersyukur di dalam tubuh manusia ini.

curahan hati seorang jomblo kala itu...


14 desember 2013

Hari ini malam minggu yang biasa dari malem-malem sebelumnya. Maklum jomblo yang ga peka dan suka cuek sendiri. Tapi prinsipku aku tidak mau pacaran sebelum halal dan jelas jodohku itu *aseegh. Kata orang, prinsip yang sudah dijalankan jangan sampe setengah-setengah ngejalaninnya. Walhasil, yah ini aku sekarang yang masih ingin menikmati kebebasan yang sedang aku lakukan dengan sesuka hati aku ini.

Tapi sometimes aku kangen dengan suasana yang berbeda dari biasanya. Aku ingin dekat dengan keluarga dan bisa sharing apapun kepada mereka. Yaah emang paling the best itu dekat keluarga dan di rumah tercinta J.

Aku hampa. Aku sedang tidak merasakan apapun. Aku telah mati. Tapi aku harus bangkit. Demi masa depanku yang cerah dan indah yang telah terlukiskan untukku dari Sang Maha Pencipta ;)




Pengalamanku waktu jadi Pengawas UN anak SMA di Jawa Barat


14 april 2013

Pukul 05.00. waktunya bangun seluruh anak asrama di kampusku ini. Pagi ini aku bangun dari tidurku. Aku bangun dan diam sejenak seperti biasa.. mengumpulkan nyawa yang sedang ilang satu persatu dari tubuhku ini. Aku bangun kemudian aku sholat shubuh dan langsung al-ma’tsuratan bareng dengan anak-anak asrama laiinyya seperti sedia kala. Setelahnya. Aku tertidur setelah al-ma’tsuratan setengahnya. Huff. Lagi-lagi kebiasaan burukku. Tidur dn tidur. Hehehe..
Pukul 7.30. aku mendapat sms bahwa aku harus menemui ka ju’ih di masjid yarmuk. Langsunglah sya bergegas mandi. Dikarenakan hari itu aku harus bergegas ke sekolah untuk menjadi tim independent di daerah tangerang. Stelah berbincang panjang dengan kaka ju’ih. Sayapun kembali ke asram. Hari itupun di kampus saya ada event gebyar muslimah dan hari itu adalah lombanya. Permentoringpun mempersiapkan salah satu anggotanya untuk mengikuti lomba tersebut. Dan mentoring aku yag sebenarnya jadi modelnya adalah RIa, tapi, dia masih setengah hati untuk menjalaninya. Walhasil. Akulah yang jadi model peragaan busana daur ulang show-show-show. Hehe. Dengan penuh percaya diri sekaligus gugup. Akupun mengikuti peragaan busana tersebut.
Seperti layaknya cerita Cinderella. Jam 12 teng! (bedanya ini di siang bolong, hehe :D) Akupun di melepaskan gaun busana daur ulang tersebut. Karena sang pangeran alias para ikhwan yang barengan sama aku ke tangerang. Menunggu.Awalnya aku canggung dengan ka imron, karena ia baru dan akupun baru tau ternyata dia anak Balikpapan. Hedeeh..
Kamipun menyetop angkot, ke parung. Mencari bus ke kebon nanas. Dan menaikinya. Setelah sampe di kebon nanas, kamipun menaiki bus selanjutnya menuju balaraja. Kami bertanya ke pada orang di dalam bus tersebut di mana MAN Balaraja, tempat kami bertemu sang coordinator pengawas independent. Alhamdullillahnya, kami tak nyasar, berkat aku bertanya pada pedagang asongan di dalam bus. Sesuatuu bedts daahh :D
Sesampainya, kami bertemu pihak sekolah, lalu kamipun berkenalan. Dan bertanya system kami menginap. Dan finally, kami para akhwat untuk sementara selama 4 hari di rumah ibu ade. Ibu guru/staff yang berkerja di sekolah tersebut. Dan para ikhwannya yang miris, mereka tidur di musolla masjid sekolahan. Tapi kata mereka, mereka biasa saja. Karena mereka adalah anak-anak beasiswa kader surau.. -___-a . kami (para akhwat) di anter ke rumah ibu ade tersebut. Dan beres-beres, lalu tiduuur.. dan tepaar



15 April 2013 
Hari ini, hari pertama aku mengawasi sekolah yang mau kami awasi. Kami pun bangun pagi sekitar jam 4-an. Lalu akupun smpat-sempatnya ngeTwit dulu di twit *yaeyalaah di hari ini, aku semangat dalam menjalani tugas pertamaku.. kami sedikit gugup, tapi itu biasalaah
Jam stengah 6 breafing, dan langsung bergegas ke sekolah2 masing2.